Lahir, Bandar Lampung, Sekolah dan nyantri di Pesantren, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekarang Aktif Berkaligrafi dan menulis Puisi.
Refleksi atas Puisi Kosong
Rabu, 16 April 2025 21:14 WIB
Puisi "Kosong" membawa kita pada perjalanan mendalam ke dalam ruang batin manusia yang terasing. Dimulai dengan konfrontasi diri di hadapan
Puisi "Kosong" membawa kita pada perjalanan mendalam ke dalam ruang batin manusia yang terasing. Dimulai dengan konfrontasi diri di hadapan cermin, kita diajak menyaksikan bagaimana seseorang menemukan dirinya terpisah dari dunia, terasing dalam keramaian perbedaan. Keterasingan ini bukan hanya soal fisik, tetapi lebih dalam lagi—keterasingan jiwa yang mencari makna di tengah kehidupan yang terus bergerak.
Dalam bagian pembuka, ada pengakuan tentang adanya transaksi spiritual: "semua yang berawal dariku kau bisa kembalikan padaku, demikian semua yang berawal darimu akan aku kembalikan." Ini mengisyaratkan hubungan timbal balik yang mungkin sudah terputus atau terabaikan. Ada janji yang ingin digenapi, ajakan untuk tetap bernafas dan mengalir dalam "fluiditas semangat," seolah penyair mengajak kita untuk tidak berhenti meski dalam kondisi keterasingan.
Di bagian pertama, kita mendapati penyair yang termenung sendiri, mengamati bentuk-bentuk kehidupan lain, dengan pertanyaan yang mungkin tak pernah terjawab: "apakah itu bagian dirimu di sini?" Meskipun dalam kesendirian, ada penghargaan terhadap keberadaan entitas lain—sebuah penghayatan tentang nilai intrinsik segala sesuatu. Ada keyakinan bahwa setiap hal memiliki nilai di antara yang lain, sebagai internalisasi dari "faktor yang etern" atau keabadian.
Bagian kedua membawa kita pada nuansa lebih gelap, di mana kenangan menjadi "racun di dalam darah." Kenangan yang membekas sebagai luka dan lara ini disarankan untuk disimpan sebagai pelajaran—"pustaka derita yang dapat menjadi suatu pelajaran yang ilahi." Ada kearifan dalam melihat penderitaan sebagai guru, bukan hanya sebagai beban.
Beralih ke bagian ketiga, kita melihat sebuah pelepasan: "Biarlah senyummu mengembara diantara bayangan romantika." Ada penerimaan bahwa waktu terus bergerak, tak menunggu tawar-menawar manusia. Ini mengingatkan kita tentang kegembiraan yang pernah ada, sekaligus "ruang yang tak lagi boleh dilampaui" karena waktu yang tak mungkin diputar kembali.
Bagian keempat kembali menegaskan keterasingan: "Di sini tak tersimpan bayangan atau gambar wajah mana pun." Penyair merasa terasing dari keramaian pesta, dari "hiruk-pikuk tawa-tawa pengantar lelap tidur." Namun di tengah keterasingan ini, ada keinginan paradoksal: "tertawa dalam penderitaanku sendiri...ketika tangisan dan tawa menyatu." Ini adalah titik di mana keterasingan berubah menjadi penerimaan diri yang mendalam.
Bagian terakhir membawa kita pada dimensi spiritual—permohonan ampun kepada Tuhan dan maaf kepada sesama. Ada pemahaman bahwa khilaf, kesalahan, dan dosa adalah bagian tak terelakkan dari pengalaman manusia. Namun pada akhirnya, keadilan Tuhan menjadi hakim tertinggi di mana "tak satu jua seorang pun harus menanggung akibatnya."
"Kosong" sebagai judul puisi menjadi sangat bermakna ketika kita melihat keseluruhan karya. Kekosongan di sini bukan hanya soal hampa, tetapi juga tentang ruang—ruang untuk memaafkan, untuk memahami, untuk menerima segala paradoks kehidupan. Kekosongan yang pada akhirnya diisi dengan makna melalui refleksi diri dan hubungan spiritual dengan yang Maha Kuasa.
Dalam kesendiriannya, penyair menemukan kepenuhan. Dalam kekosongannya, ada pemahaman yang mendalam tentang nilai intrinsik kehidupan. Dalam penderitaannya, ada pelajaran ilahi. Dan dalam rekonsiliasi dengan diri, sesama, dan Tuhan, ada kelegaan yang mungkin tidak sepenuhnya mengisi kekosongan, tetapi memberi makna padanya.
Puisi ini, dengan segala lapisan maknanya, mengingatkan kita bahwa keterasingan bukanlah akhir perjalanan, melainkan bagian dari proses menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan kehidupan. Dan mungkin itulah yang membuat "Kosong" tidak benar-benar kosong, melainkan dipenuhi oleh refleksi akan kemanusiaan kita yang kompleks.

Penulis Indonesiana
5 Pengikut
Artikel Terpopuler